Kawasan Nol Kilometer Yogyakarta.


Mungkin beberapa dari masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Yogyakarta, belum begitu populer dengan nama "Kawasan nol kilometerYogyakarta".

Masyarakat Jogja (Kota Yogyakarta dan sekitarnya, dalam Provinsi DIY) lebih mengenal dengan nama "Simpang Air Mancur" karena dulunya sebelum tahun 1996 , masih berdiri bangunan air mancur di tengah simpang tersebut. Simpang air mancur tersebut merupakan pertemuan antar empat ruas jalan, yaitu : Jalan Jenderal Ahmad Yani di sisi utara simpang (dari arah Jalan Malioboro); Jalan Trikora (dari arah Alun-Alun Kraton) di selatan simpang; Jalan Panembahan Senopati di sisi timur simpang dan Jalan Kyai Haji Ahmad Dahlan di sisi barat. Di titik air mancur inilah Nol Kilometer atau pusat kotaYogyakarta untuk menghitung jarak dengan kota-kota lainnya. Dalam radius kira-kira 100 meter dari titik tersebut oleh Pemerintah Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai Kawasan Nol Kilometer, yaitu dengan maksud sebagai salah satu area penataan dan area pengembangan fasilitas perkotaan, yang mana disitu terdapat warisan budaya dan sejarah Kota Yogyakarta atau sejarah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Kawasan Nol kilometer Yogyakarta  meliputi Kraton Ngayogyakarta di selatan dan Pasar Beringharjo di utara, Gedung Agung di Barat dan Benteng Vre de Burg di timur. Kawasan ini memiliki warisan kekayaan budaya dan sejarah Yogyakarta, yaitu sebagai pusat pemerintahan kota maupun pusat pelestarian budaya Jawa khususnya Yogyakarta. Mungkin bagi kita agak sulit memisahkan kawasan nol kilometer ini dengan kawasan Malioboro. Hal ini wajar, karena kawasan Nol Kilometer adalah salah satu komponen dari struktur pengembangan dan penataan Kawasan Malioboro. Dimana dalam Kawasan Malioboro meliputi Kawasan Nol Kilometer, Kawasan Kraton Yogyakarta, Kawasan Stasiun Tugu dan seluruh wilayah administratif kota yang terkecil dalam lingkup terbatas Tugu Yogyakarta - Kraton dan Sungai Code - Sungai Winongo. Dalam kawasan Nol Kilometer ini kita dapat menyaksikan kira-kira sepuluh bangunan tua bergaya Indis yang menjadi saksi perjalanan sejarah Kota Yogyakarta sejak jaman kolonial Belanda pada abad 17 M.
Di Kawasan Nol Kilometer masih berdiri bangunan-bangunan heritage yang menjadi cagar budaya Kota Yogyakarta. Adapun beberapa bangunan tersebut yaitu Gedung Senisono direnovasi Tahun 1994 (mungkin tak termasuk lagi sebagai bangunan heritage. Sepuluh bangunan tersebut terdiri dari Gedung Agung, Eks Senisono, dan Benteng Vredeburg terletak di ruas Jalan A.Yani (dahulu Residentilaan), Gedung Societet Militer terletak di ruas Jalan Sriwedani (dahulu Lodji Ketjil Koelon), Bank Indonesia dan Kantor Pos terletak di Jalan Senopati (dahulu Kampements Straat), Gedung BNI 46, Gedung KONI dan Museum Sonobudoyo terletak di Jalan Trikora (dahulu Kadastertr) dan GBIB Marga Mulya yang lebih dikenal sebagai Gereja Ngejaman terletak di Jalan Reksobayan (dahulunya Kantoorlan); dan seluruhnya masih dipertahankan bentuk dan fasilitasnya sejak penjajahan Belanda. Sedangkan beberapa bangunan lainnya saat ini terpaksa dialihfungsikan sesuai dengan perkembangan jaman.


    Bank Indonesia
  • Gedung Bank Indonesia.

Gedung Bank Indonesia sejak 1 April 1879 berfungsi sebagai De Javasche Bank.










  • Gedung Agung

Gedung Agung  dibangun tahun 1824 sebagai tempat tinggal para residen Belanda, seiring dengan bergulirnya sejarah pemerintahan, gedung yang sempat ambruk akibat gempa 10 Juni 1867 ini saat ini berfungsi sebagai istana negara di Yogyakarta.
BNI '46

  • Gedung BNI 46 - Yogyakarta. 
Gedung BNI 46 pada jaman pemerintahan Belanda digunakan sebagai kantor asuransi Nill Mastchappij.  Pernah juga digunakan untuk kantor radio Jepang pada masa pendudukan Jepang.  Sekarang bangunan ini difungsikan sebagai Bank BNI 46.
 


  • Benteng Vredeburg.
Benteng Vredeburg sebagai gedung tertua sejak berdiri tahun 1760 hingga saat ini telah banyak mengalami perubahan fungsi. Semula bernama Benteng Rustenburg yang berarti benteng peristirahatan, setelah dilakukan penyempurnaan bangunan diganti namanya menjadi Benteng Vredeburg hingga saat ini berfungsi sebagai museum dan sebagai salah satu lokasi wisata sejarah.

  • Gedung Kantor Pos dan Giro (dikenal Kantor Pos Besar)
Kantor Pos & Giro
Gedung Kantor Pos dan Giro cabang Yogyakarta pada masa pemerintahan Belanda sudah digunakan sebagai kantor Pos Telepon dan Telegraph. 










  • Museum Sonobudoyo.
Museum masih berfungsi sejak diresmikan tahun 1935 dan kini berfungsi sebagai Gedung Kesenian Yogyakarta. 

  • * Gedung Kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). 
Gedung ini juga warisan zaman belanda. Tidak diketahui secara pasti fungsinya pada saat Belanda berkuasa. Namun konon gedung ini pernah digunakan sebagai coordinator klub-klub kesenian Tionghoa hingga tahun 1965. 

  • Gedung Senisono.
Gedung Senisono yang didirikan pada 1818 merupakan tempat hiburan bagi orang-orang Belanda. Pada mulanya dikenal dengan sebutan ‘Geneverhuis’ atau ‘Gedung Jenewer’ namun orang Jogja pada masa itu menyebutnya ‘Kamar Bola’. Saat ini di lokasi tersebut telah didirikan bangunan baru yang menjadi bagian dari Gedung Agung/Istana Kepresidenan.

  • Gereja Ngejaman.
GPIB Marga Mulya yang pada mulanya bernama ‘De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie’ hingga saat ini masih aktif digunakan untuk kebaktian.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Zero-Kilometer Region of Yogyakarta. Maybe a few of the Indonesian people and especially people of Yogyakarta, has not been so popular with the name "zero kilometer area of Yogyakarta." Community Jogja (Yogyakarta and its surroundings, in Yogyakarta Province) are more familiar with the name "Simpang Fountain" because once before the year 1996, the building still standing in the middle of the fountain intersection.Simpang fountain is a meeting of four roads, namely: General Ahmad Yani Street on the north side of the intersection (from the direction of Jalan Malioboro); Road Trikora (from the direction of the Palace Square) in the south of the intersection; Panembahan Senopati Road intersection on the east side and Jalan Kyai Haji Ahmad Dahlan on the west side. At this point fountain Kilometer Zero or city center to calculate the distance to other cities. Within a radius of approximately 100 meters from that point by the Government of Yogyakarta City designated as Zone Kilometer Zero, with intentions as one of the areas of settlement and urban development area facilities, where there are cultural and historical heritage or the historical city of Yogyakarta Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Zero-kilometer area includes the Palace of Yogyakarta on the southern and Ngayogyakarta Beringharjo market in the north, the Great House in the West and VRE de Burg Castle in the east.This area has a wealth of cultural and historical heritage of Yogyakarta, namely as the center of the city government and central Java, especially Yogyakarta cultural preservation. Maybe for us is rather difficult to separate this region with zero miles Malioboro. This is reasonable, because the area of Kilometer Zero is one component of the development structure and arrangement of Malioboro Area.Where in the Malioboro area include the Zero-Kilometer Region, Regions Kraton Yogyakarta, Tugu Station Area, and the entire administrative area of the smallest cities in the limited scope of Tugu Yogyakarta - Sultan's Palace and Code River - River Winongo. Kilometer Zero in this area we can see about ten old-style buildings Indisch who witnessed the history of the city of Yogyakarta from Dutch colonialists in 17th century AD




In the Region Kilometre Zero is still standing buildings of cultural heritage, which became the city of Yogyakarta. As for some of the buildings are renovated the building Senisono Year 1994 (probably no longer included as a heritage building. While ten building consists of the Great House, Ex Senisono, and Vredeburg Castle is located in Jalan A. Yani segment (formerly Residentilaan), Military Building located Societet on roads Sriwedani (formerly Lodji petty Koelon), Bank Indonesia and the Post Office is located at Jalan Senopati (formerly Kampements Straat), BNI Building 46, Building KONI and Museum is located at Jalan Trikora Sonobudoyo (formerly Kadastertr) and GBIB better known as Marga Mulya as the church is located at Jalan Reksobayan Ngejaman (formerly Kantoorlan); and fully retained the shape and its facilities since the Dutch colonial rule.
  • Post Office building and Reserve (known as Post Office). 
Giro Post Office Building and in the reign of the Yogyakarta branch of the Netherlands was used as the office of Post Telephone and Telegraph. Museum Sonobudoyo still functioning since inaugurated in 1935. Building the Bank of Indonesia since 1 April 1879 to function as a de Javasche Bank. 
  • Marga Mulya Cruch , which was originally named "De Kerk in Westelijk Indonesie Protestantse 'are still actively used for worship service.
  • BNI Building 46 at the time of Dutch rule is used as an insurance office Mastchappij Nill. 
Have also been used for offices Japanese radio during the Japanese occupation. Now this building functioned as the Bank BNI 46.
  • Fortress Vredeburg. 
Fortress Vredeburg as the oldest building since its establishment in 1760 until today has undergone many changes in the function. Originally named Fort Rustenburg which means castle resort, after the completion of building was renamed Fort Vredeburg until now serves as museum and as a historical tourist sites.
  • The office building of Indonesian National Sports Committee (KONI). 
This building also inherited the Dutch era. Not known for certain functions at the time of Dutch rule.But it is said the building was once used as an arts coordinator Tionghoa clubs until 1965.
  • Senisono Building.
Senisono Building which was founded in 1818 is a place of entertainment for the Dutch people.Originally known as 'Geneverhuis' or 'gin House' but the Jogja at the time called them the 'Ball Room'.After major renovations, this time in these locations have been erected new buildings that are part of the Great House / Palace of the Presidency. 

  • Bank Indonesia Yogyakarta Building Branch. 
While several other buildings currently forced converted in accordance with the development era.Great House, built in 1824 as the residence of the Dutch resident, along with the Crash history of government, the building that had collapsed due to earthquake June 10, 1867 This now serves as the state palace in Jogjakarta.
  • Indonesian's National Bank  '46 building, Yogyakarta Branch. 

(c)www.jogjaloveJogja.blogspot.com

Komentar

Postingan Populer